Sistem Informasi Global Warming
Kontroversi pemanasan global (global warming) semakin memanas setelah diterbitkannya sebuah buku fiksi ilmiah State of Fear karya Michael Crichton yang dipublikasikan tahun 2004. Buku ini menggunakan debat hangat mengenai pemanasan global sebagai latar belakang cerita.
Di dalam buku fiksinya itu, Crichton mengajukan fakta-fakta yang menurutnya ilmiah untuk menyanggah teori skeptis pemanasan global dan menuduh adanya sebuah konspirasi eko-terorisme yang mencoba melakukan “pembunuhan massal” agar mendukung pandangan itu.
Crichton berpendapat bahwa teori skeptis pemanasan global sengaja diciptakan untuk menciptakan histeria massa dan akhirnya mendukung upaya-upaya dari pihak-pihak pencetus teori tersebut terutama yang berkaitan dengan politik dan bisnis.
Efek rumah kaca, yang pertama kali dicetuskan oleh Joseph Fourier pada tahun 1824, merupakan proses pemanasan permukaan suatu benda langit yang disebabkan oleh komposisi dan keadaan atmosfernya, salah satunya adalah bumi.
Efek rumah kaca dapat digunakan untuk menunjuk dua hal berbeda:
1. Efek rumah kaca alami adalah suatu proses alami penyeimbangan suhu udara, sehingga perbedaan suhu udara pada siang hari tidak berbeda jauh dengan malam hari. Artinya suhu panas udara di siang hari akan ditahan oleh efek rumah kaca sebagai cadangan panas udara malam hari ketika matahari berada di belahan bumi lainnya.
2. Efek rumah kaca yang mengalami peningkatan oleh adanya aktifitas manusia adalah kenaikan konsentrasi gas CO2 dan gas-gas lainnya di atmosfer disebabkan oleh pembakaran bahan bakar minyak (BBM), batu bara dan bahan bakar organik lainnya yang melampaui kemampuan tumbuhan-tumbuhan dan laut untuk mengabsorbsinya.
Energi yang masuk ke bumi mengalami : 25% dipantulkan oleh awan atau partikel lain di atmosfer 25% diserap awan 45% diadsorpsi permukaan bumi 5% dipantulkan kembali oleh permukaan bum
Selain gas CO2 sebagai faktor terbesar, yang dapat menimbulkan efek rumah kaca adalah uap air, sulfur dioksida (SO2), nitrogen monoksida (NO) dan nitrogen dioksida (NO2) serta beberapa senyawa organik seperti gas metana (CH4) dan khloro fluoro karbon (CFC). Gas-gas tersebut memegang peranan penting dalam meningkatkan efek rumah kaca.
Meningkatnya suhu permukaan bumi akan mengakibatkan adanya perubahan iklim yang sangat ekstrim di bumi. Hal ini dapat mengakibatkan terganggunya hutan dan ekosistem lainnya, sehingga mengurangi kemampuannya untuk menyerap karbon dioksida di atmosfer. Pemanasan global mengakibatkan mencairnya gunung-gunung es di daerah kutub yang dapat menimbulkan naiknya permukaan air laut. Efek rumah kaca juga akan mengakibatkan meningkatnya suhu air laut sehingga air laut mengembang dan terjadi kenaikan permukaan laut yang mengakibatkan negara kepulauan akan mendapatkan pengaruh yang sangat besar. Kenaikan suhu air laut juga akan menyebabkan samudera melepaskan kandungan CO2-nya yang besar, yakni 50 kali jumlah kandungan CO2 di atmosfir.
Menurut perhitungan simulasi, efek rumah kaca telah meningkatkan suhu rata-rata bumi 1-5°C. Bila kecenderungan peningkatan gas rumah kaca tetap seperti sekarang akan menyebabkan peningkatan pemanasan global antara 1,5-4,5°C sekitar tahun 2030. Dengan meningkatnya konsentrasi gas CO2 di atmosfer, maka akan semakin banyak gelombang panas yang dipantulkan dari permukaan bumi diserap atmosfer. Hal ini akan mengakibatkan suhu permukaan bumi menjadi meningkat.
Kemudian muncul pertanyaan jika karbon dioksida (CO2) diduga menjadi penyebab pemanasan global, mengapa bisa terjadi pendinginan global antara tahun 1940 dan 1970, ketika konsentrasi CO2 sedang meningkat?
Baiklah Sebenarnya kenaikan temperatur tidak secara keras mengikuti kecenderungan kenaikan CO2 dan gas-gas rumah kaca lainnya (GHGs=Green House Gases) di atmosfir. Sebelum satu abad yang lalu, untuk pertama kali temperatur mengalamim kenaikan, lalu sedikit menurun, kemudian menaik kembali, sementara itu jumlah gas-gas rumah kaca (GHGs) meningkat secara terus-menerus hingga kini.
Tetapi ada sebuah penjelasan yang sederhana: ada banyak faktor sebagai tambahan terhadap efek gas-gas rumah kaca (GHGs) yang mempengaruhi iklim, termasuk sebab-sebab alami seperti perubahan intensitas cahaya matahari yang terjadi setiap waktu, letusan-letusan gunung berapi, dan produksi aktifitas manusia yang menghasilkan emisi seperti penggunaan freon pada AC dan kulkas serta sulfat aerosol pada produk sprey. Variasi intensitas cahaya matahari dapat menyebabkan penghangatan atau pendinginan bumi tergantung arah perubahannya. Erupsi gunung berapi, penggunaan gas freon (CFC) dan sulfat aerosol mempunyai suatu efek pendinginan. Secara faktual semua efek ini akan menghasilkan perubahan temperatur neto, apakah memanas atau mendingin.
Sedikit pendinginan global yang terjadi sekitar tahun 1940 sampai dengan 1970 adalah hasil penurunan intensitas cahaya matahari bersamaan dengan kenaikan yang cepat dari emisi oksida belerang secara global.
Ketika bencana terjadi ada baiknya kita bertanya kepada diri sendiri, kenapa yah ? kok bisa? Apa salah kita?
Namun meskipun pemanasan sedang terjadi, hanya ada bukti kecil yang disebabkan oleh manusia. Mengenai andil atas pemanasan global dengan secara langsung menunjuk suatu penyebab atau penyebab-penyebab secara spesifik adalah hal yang tidak mudah, tapi berbagai bentuk penyelidikan yang mandiri pada akhirnya mengarah pada emisi akibat produksi manusia seperti CO2 dan gas rumah kaca lainnya (GHGs) sebagai penyebab utama. Tidak seorang pun mampu mengemukakan secara konsisten dan menjelaskan dengan kwantitatif bahwa pemanasan yang terjadi selama separuh dari abad ke-20 tanpa menghubungkannya dengan gas rumah kaca (GHG) yang berasal dari aktivitas manusia. Sumber asap utama menunjuk pada emisi yang dihasilkan industri-industri sebagai penyebab pemanasan global sudah diidentifikasi di seluruh dunia dan pemanasan di atmosfer serta samudra-samudra, serta temperatur global di beberapa dekade terakhir secara bertahap menjadi lebih panas dibanding dengan periode waktu lainnya di masa 2.000 tahun yang lalu.
Kemudian muncullah prediksi-prediksi mengenai pemanasan global didasarkan pada kalkulasi-kalkulasi model iklim secara simulasi komputer adalah tidak bisa dipercaya. Mengapa demikian? Model iklim yang dikembangkan dengan lebih maju telah secara menyeluruh dan dipelajari dengan hati-hati oleh kalangan ilmuwan. Sebenarnya proyek model-model ini meliputi cakupan yang luas yakni ini dalam pemanasan bola bumi sampai tahun 2100, yakni sekitar 3 sampai 10 derajat Fahrenheit. Beberapa bagian dari cakupan ini dibangun atas dasar asumsi-asumsi yang berbeda, baik trend ekonomi, teknologi dan demografis yang mempengaruhi emisi CO2, bukan simulasi model atas efek emisi pada iklim. Semua model memprediksikan bahwa peningkatan emisi CO2 akan menjurus kepada peningkatan pemanasan global yang berlanjut dan akan lebih banyak CO2 yang terpancarkan di masa mendatang – berarti semakin banyak bagian bumi yang akan memanas. Proyek-proyek model seperti ini sebetulnya adalah kabat baik karena dengan adanya prediksi semacam ini, maka itu kita disarankan untuk melakukan tindakan pencegahan dengan mengurangi emisi CO2 dan gas rumah kaca lainnya untuk menghindari pemanasan global yang lebih parah.
Agaknya lebih kepada perasaan tidak nyaman dibanding kekeliruan ilmu pengetahuan seandainya semua orang mempercayai tuduhan-tuduhan tersebut, maka apa yang akan terjadi dengan bumi apabila kita semua membiarkan perusakan alam dan menganggap pemanasan global adalah kebohongan belaka?
Di dunia ini kepastian ilmiah memang susah dimengerti oleh kalangan-kalangan bukan ilmiah, namun fakta adanya perubahan iklim dan dampak langsung dari emisi CO2 dan gas rumah kaca lainnya kiranya cukup untuk membenarkan tindakan pencegahan.
Di dalam kenyataannya, hal-hal yang harus dipertimbangkan adalah potensi-potensi resiko dari pemanasan global di masa depan, dan ongkos yang harus kita bayar apabila sekarang tidak melakukan tindakan apa pun, dibanding dengan jerih payah kecil sebagai tindakan pencegahan sekarang. Sebagai contoh adalah penghematan energi yang dilakukan saat ini selain meningkatkan daya saing ekonomi dan peningkatan pendapatan negara secara langsung, juga akan mengurangi biaya hidup masyarakat dan kemandirian untuk menciptakan sumber energi alternatif.
Nah, kapan lagi? Go, let’s go green.